SUMENEP, Portaljatim.net – Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) yang dilaksanakan di Desa Rubaru, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, sejatinya bertujuan untuk membantu masyarakat kurang mampu dalam mewujudkan hunian yang layak. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan program ini belum sepenuhnya berjalan sesuai harapan.
Pada Senin, 9 Juni 2025, terungkap sejumlah permasalahan serius dalam penyaluran bantuan tersebut. Banyak warga yang sebenarnya berhak menerima bantuan justru tidak mendapatkannya. Sebaliknya, terdapat dugaan bahwa sejumlah oknum aparat desa memanfaatkan program ini untuk kepentingan pribadi maupun keluarganya. Dugaan praktik pemotongan dana bantuan serta penyalahgunaan wewenang menjadi sorotan utama dalam permasalahan ini.
“Kami sudah lama menaruh harapan besar pada program ini, namun kenyataannya kami yang berhak justru tidak mendapatkan bantuan. Ironisnya, yang tidak berhak malah menerima,” ungkap seorang warga Rubaru, sebut saja Bapak Rono (nama samaran), dengan nada kecewa.
Pernyataan Bapak Rono mencerminkan kegelisahan yang dirasakan banyak warga Rubaru. Mereka menilai bahwa pelaksanaan program BSPS tidak transparan dan jauh dari prinsip keadilan. Masyarakat berharap agar Pemerintah Kabupaten Sumenep segera melakukan evaluasi menyeluruh serta memberikan sanksi tegas terhadap pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran.
“Semoga ada perubahan sistem ke depan. Kami tidak ingin lagi melihat hak masyarakat diabaikan,” ujar Ibu Rono (nama samaran), menambahkan dengan nada penuh harap.
Kasus dugaan penyimpangan dalam program BSPS ini menunjukkan bahwa pengawasan dan penindakan terhadap pelaksanaan program pemerintah perlu diperkuat. Transparansi dan akuntabilitas menjadi hal yang mutlak agar bantuan yang diberikan benar-benar tepat sasaran dan berdampak positif bagi masyarakat penerima.
Lebih lanjut, tidak sedikit warga yang memang menerima bantuan, namun jumlah bantuan tersebut tidak mencukupi untuk menyelesaikan pembangunan rumah. Bahkan, sebagian dari mereka harus menanggung utang. Salah satunya adalah Ibu TT, yang mengaku harus berutang lebih dari Rp3 juta untuk menyelesaikan pembangunan rumahnya. Ia juga menyampaikan bahwa dirinya hanya menerima tambahan dana sebesar Rp900.000 untuk biaya operasional. Dana tersebut diberikan setelah melalui proses mediasi dengan salah satu oknum perangkat desa, yakni Bapak HR.
Sebelum menerima dana tambahan tersebut, Ibu TT diminta menandatangani nota bermaterai dengan jumlah nominal yang tidak sesuai dengan uang yang diterimanya. Ketika ditanya mengenai selisih dana dalam nota tersebut, oknum yang bersangkutan tidak memberikan penjelasan.
“Saya merasa sangat dirugikan. Bukannya terbantu, saya justru terlilit utang untuk menyelesaikan rumah yang sudah terlanjur dibangun. Haruskah bantuan pemerintah selalu terputus di tengah jalan? Tidak adakah tindakan nyata dari Pemerintah Kabupaten Sumenep?” ungkap Ibu TT dengan nada kecewa.
Dengan mencuatnya berbagai persoalan ini, diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem penyaluran bantuan BSPS di Rubaru. Pemerintah Kabupaten Sumenep diharapkan dapat bertindak tegas, memperbaiki sistem distribusi bantuan, serta memastikan bahwa program-program serupa di masa depan dapat terlaksana dengan lebih baik dan adil.
(Pewarta: Munawar)