SUMENEP, Portaljatim.net – Dugaan praktik korupsi kembali menyeret nama Kepala Desa Kalimo’ok, Kecamatan Kalianget, Mariyono. Kali ini, ia dituding menyalahgunakan Dana Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Tahun Anggaran 2024. Dana yang semestinya digunakan untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah memperbaiki rumah mereka, justru diduga mengalir ke kantong pribadi. Kamis (17/07/2025).
Namun yang paling menyulut amarah warga bukan hanya dugaan penyimpangan dana tersebut, melainkan reaksi aparat penegak hukum yang dinilai tumpul ke atas. Alih-alih diproses secara pidana, kasus ini seolah selesai begitu saja setelah uang dikembalikan ke kas desa.
“Ironis, uang rakyat dipakai seenaknya, lalu setelah ketahuan tinggal dikembalikan. Lantas, di mana keadilan?” ujar seorang tokoh masyarakat Kalimo’ok yang enggan disebutkan namanya. “Ini bukan sekadar salah kelola, ini dugaan tindak pidana korupsi. Tapi seolah hukum bisa dibeli dengan pengembalian dana.”
Lebih jauh, publik menyoroti bahwa ini bukan kali pertama Mariyono terseret kasus serupa. Pada 2020 silam, ia juga sempat dilaporkan terkait penyalahgunaan Dana Desa untuk proyek pengaspalan jalan. Namun, hasil akhirnya identik: sanksi administratif, pengembalian dana, dan nihil proses hukum.
Praktik pengembalian dana tanpa konsekuensi hukum disebut menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan korupsi di tingkat desa. Masyarakat khawatir, jika pola seperti ini dibiarkan terus berulang, maka kepala desa atau pejabat lainnya akan merasa aman untuk “mencoba-coba” menyalahgunakan anggaran.
“Kalau tiap maling duit negara bisa lolos hanya dengan balikin uang, lalu buat apa ada KPK, kejaksaan, atau kepolisian?” kata Hadi, aktivis pemuda Kalianget. “Ini bukan sekadar urusan administrasi. Ini soal kepercayaan publik dan wibawa hukum.”
“Tak hanya persoalan dugaan penyimpangan dana, gaya hidup keluarga sang kepala desa pun menjadi sorotan tajam. Masyarakat kerap membandingkan kemewahan yang ditunjukkan dalam kehidupan pribadi Mariyono dan keluarganya dengan kondisi ekonomi sebagian besar warganya yang masih bergelut dalam keterbatasan.
“Mobil baru, pesta-pesta, anaknya ke mana-mana pakai gadget mahal, padahal kita sendiri sulit bangun rumah karena program BSPS diduga tidak tepat sasaran,” ucap warga lainnya dengan nada getir.
“Desakan publik agar aparat penegak hukum bertindak tegas pun terus menguat. Masyarakat berharap, kejaksaan maupun kepolisian tidak tunduk pada tekanan politik atau kekuasaan, dan benar-benar menjalankan amanat Undang-Undang secara adil dan merata.
“Sudah cukup kami dibodohi. Kami ingin proses hukum yang terbuka, tegas, dan berkeadilan,” tegas tokoh masyarakat Kalimo’ok lainnya.
Kini, bola panas berada di tangan aparat penegak hukum. Apakah pengembalian uang masih cukup untuk memadamkan api hukum, atau justru menjadi awal penyelidikan serius terhadap dugaan korupsi yang merusak sendi kepercayaan masyarakat?
Liamsan