SUMENEP, Portaljatim.net – Kawasan wisata kuliner Tajamara, yang digadang-gadang sebagai ikon hiburan malam keluarga di jantung Kota Sumenep, menyimpan persoalan serius. Di balik keramaian pengunjung setiap malam, terdapat dugaan praktik pungutan liar (pungli) parkir yang berjalan sistematis, tanpa kontribusi satu rupiah pun kepada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jum’at (15/08/2025).
Berdasarkan penelusuran lapangan dan keterangan sejumlah sumber terpercaya, sistem parkir di Tajamara dikelola tanpa standar resmi. Tidak ada karcis, tidak ada papan tarif, dan tidak ada alur penyetoran ke kas daerah. Petugas parkir menarik uang langsung dari pengunjung tanpa bukti pembayaran, dan semua pemasukan diduga mengalir ke kantong pribadi atau jaringan tertentu.
Lebih mengkhawatirkan, muncul dugaan kuat keterlibatan oknum pejabat daerah yang memberikan “perlindungan” terhadap praktik ini. Beberapa narasumber menyebut, selama bertahun-tahun, upaya penertiban selalu mentok tanpa hasil karena adanya intervensi dari pihak berpengaruh.
“Ini bukan sekadar pungli biasa. Polanya sudah mengakar, ada yang mengatur di balik layar,” ujar salah satu sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Jika dihitung secara kasar, potensi pendapatan dari parkir Tajamara mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah per tahun. Namun, catatan resmi di Pemkab Sumenep menunjukkan angka yang mencengangkan: nol rupiah. Situasi ini menimbulkan tanda tanya besar tentang komitmen pemerintah daerah dalam menjaga transparansi dan menegakkan aturan.
Pengamat kebijakan publik menilai, lemahnya pengawasan dan absennya tindakan tegas justru memberi pesan buruk kepada masyarakat. “Kalau yang jelas-jelas di depan mata saja dibiarkan, bagaimana dengan yang tersembunyi?” kritik salah seorang akademisi di Sumenep.
Jika praktik ini tidak segera dihentikan, dampaknya tidak hanya pada kerugian PAD, tetapi juga pada citra pemerintah daerah yang akan terus tergerus di mata publik. Tajamara, yang seharusnya menjadi simbol kemajuan wisata Sumenep, justru berpotensi menjadi simbol pembiaran dan tata kelola yang rapuh.
“Liamsan”