SUMENEP, Portaljatim.net – Keputusan juri Madura Night Vaganza 2025 menegaskan bahwa stand-stand pameran bukan sekadar ruang pamer produk, tetapi juga ruang artikulasi identitas dan potensi pembangunan daerah. Dalam keputusan resmi yang dikeluarkan pada 2 September 2025, kategori OPD terbaik diraih oleh beberapa institusi kunci, yakni Bappeda dan BKPSDM, Dinas Dukcapil, Dinas Kesehatan P2KB, serta RSUD dr. H. Moh. Anwar. Sementara itu, pada kategori eks kawedanan terbaik, dua kawasan besar mendapatkan apresiasi, yaitu gabungan Kecamatan Arjasa, Kangayan, dan Sapeken di satu sisi, serta Batang-Batang, Gapura, Dungkek, dan Batupatih di sisi lain.
Menurut Tatang Sabtoaji, Ketua Apindo Sumenep, capaian ini menunjukkan dua hal penting: pertama, adanya konsolidasi kelembagaan pemerintah daerah dalam mempresentasikan pelayanan publik secara kreatif; kedua, munculnya kesadaran kolektif masyarakat di tingkat eks kawedanan untuk mengemas potensi wilayah menjadi representasi yang layak jual di ranah publik. “Madura Night Vaganza tidak hanya pesta visual, melainkan etalase pertemuan antara budaya, pelayanan publik, dan ekonomi kreatif yang saling memperkuat,” tegas Tatang.
Ia menambahkan bahwa pengakuan terhadap eks Kawedanan Kangean (Arjasa, Kangayan, Sapeken) memiliki makna strategis. Secara geografis, kawasan kepulauan seringkali berada pada posisi marginal dalam pembangunan daerah karena faktor jarak dan keterbatasan akses infrastruktur. Namun melalui arena kultural seperti Madura Night Vaganza, keterbatasan tersebut dapat ditransformasikan menjadi keunggulan: kekhasan budaya maritim, kerajinan tangan, serta inovasi masyarakat kepulauan diproyeksikan sebagai modal sosial sekaligus modal ekonomi.
Dalam perspektif ekonomi daerah, kata Tatang, stand-stand terbaik bukan sekadar simbol kompetisi estetika, melainkan indikator kapasitas kolektif dalam membangun narasi pembangunan yang inklusif. Di satu sisi, OPD menunjukkan inovasi birokrasi yang komunikatif dengan masyarakat; di sisi lain, eks kawedanan menghadirkan kerjasama lintas kecamatan yang mencerminkan solidaritas lokal. Hal ini sejalan dengan paradigma pembangunan partisipatif, di mana keterlibatan masyarakat menjadi penopang utama keberlanjutan program ekonomi daerah.
Madura Night Vaganza, dengan demikian, berfungsi sebagai ruang “soft diplomacy” antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Apindo menilai bahwa momentum ini perlu ditindaklanjuti dengan langkah konkret berupa pendampingan UMKM, integrasi potensi kepulauan dalam rantai pasok ekonomi regional, serta pembentukan jejaring promosi yang lebih luas. “Kalau hanya berhenti di panggung festival, maka dampaknya akan bersifat seremonial. Namun bila dikelola secara strategis, penghargaan ini bisa menjadi titik tolak transformasi ekonomi berbasis kearifan lokal,” ujar Tatang Sabtoaji.
Pada akhirnya, penghargaan di Madura Night Vaganza 2025 bukanlah garis akhir, melainkan tanda baca dalam narasi panjang pembangunan daerah. Eks Kawedanan Kangean yang diganjar predikat terbaik memberi pesan bahwa pusat dan pinggiran, daratan dan kepulauan, birokrasi dan komunitas—semuanya memiliki kontribusi signifikan dalam menulis babak baru pembangunan Sumenep.(Liamsan)