SURABAYA, Portaljatim.net – Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) mulai memasuki wilayah kreatif, termasuk dunia perfilman. Pertanyaan besar pun muncul: apakah AI menjadi ancaman atau justru peluang bagi sineas masa kini dan masa depan? Hal inilah yang menjadi topik utama dalam Forum Diskusi Terbuka bertema “AI and the Future of the Film Industry: Threat or Opportunity?” yang digelar sebagai pembuka 4th Ciputra Film Festival (4th CFF) 2025 di Universitas Ciputra Surabaya.
Dilaksanakan di Integrity Hall, forum ini dibuka dengan sambutan oleh Syaifullah, S.E., M.Ec., Ph. D, Direktur Film, Musik dan Seni, Kementerian Kebudayaan. Dalam pidato pembukaannya, Syaifullah menjelaskan bahwa dunia perfilman di Indonesia mengalami kemajuan pesat. Masyarakat Indonesia kini tidak hanya menjadi penikmat film buatan luar negeri, namun juga menikmati karya-karya dalam negeri. Film-film nasional juga telah mendominasi layar lebar, yang menunjukkan kuantitas dan kualitas produksi film dalam negeri terus meningkat.
Dalam rilis yang media ini terima, rabu (28/05/2025), Syaifullah juga memberikan apresiasi kepada Ciputra Film Festival yang telah konsisten memberikan ruang bagi para sineas untuk unjuk karya. Ke depannya, Kementerian Kebudayaan akan terus mendukung kegiatan yang digagas oleh anak muda ini untuk memajukan iklim perfilman Indonesia.
Acara dilanjutkan dengan menghadirkan dua pembicara Dr. Karen Pearlman serta Motulz Anto. Dr. Karen merupakan Associate Professor dari Macquarie University, Australia, yang juga berkarya sebagai sineas. Trilogi film pendek karyanya tentang editor perempuan bersejarah (2016, 2018 & 2020) telah memenangkan 34 penghargaan nasional dan internasional yang sangat kompetitif dari badan-badan industri dan festival film terkemuka, termasuk 3 penghargaan untuk penyuntingan terbaik, 3 penghargaan untuk penyutradaraan terbaik, dan 6 penghargaan untuk film dokumenter terbaik.
Pada tahun 2025, filmnya yang berjudul Breaking Plates dianugerahi penghargaan ‘Best Short Documentary’ di Antenna International Film Festival di Sydney. Sedangkan Motulz Anto merupakan praktisi kreatif digital dan edukator AI yang dikenal lewat kontennya di berbagai media sosial. Film karyanya Perjalanan Waktu TVRI (2024), membuktikan bahwa sineas bisa berkarya dengan memanfaatkan Artificial Intelligence (AI). Dengan menggunakan generative AI, Motulz menggambarkan sejarah perkembangan TVRI melewati berbagai rezim secara audio visual. Saat ini Motulz menjadi staf khusus Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi).
Diskusi berlangsung dinamis, mempertemukan berbagai perspektif dari komunitas film, mahasiswa, dan peserta dari berbagai negara yang hadir. Topik yang dibahas mencakup potensi AI dalam penyusunan naskah, editing otomatis, hingga pertanyaan etis mengenai orisinalitas karya. Selain forum diskusi, hari pertama festival pada tanggal 27 Mei 2025 juga diramaikan oleh berbagai fringe events yang terbuka untuk umum, seperti bazaar tenants yang menampilkan berbagai UMKM dan painting area yang menjadi ruang ekspresi visual bagi pengunjung di area Universitas Ciputra. Aktivitas ini menambah semarak suasana festival dan memberikan ruang interaksi kreatif antar peserta dan pengunjung.
Tidak hanya diskusi, acara juga disambung dengan Private Screening bertema “Boundless Possession” yang digelar di Mezzanine, Universitas Ciputra. Menayangkan 4 film lintas negara dari Iran, Bulgaria, dan Indonesia. Film-film tersebut menghadirkan nuansa horor, thriller, supernatural, hingga sci-fi. (Pandu)