SUMENEP, Portaljatim.net – Kehadiran perusahaan energi, PT KEI, di wilayah Kangean kembali memantik polemik serius. Masyarakat setempat menunjukkan reaksi keras yang tidak sekadar bersifat ekonomis, melainkan juga emosional dan identitas kultural. Fernanda Junior, salah satu figur muda yang lantang menyuarakan keresahan publik, menilai bahwa dukungan terhadap PT KEI dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap tanah kelahiran. Rabu (03/09/2025).
Dalam bingkai teori konflik, kasus ini mencerminkan friksi klasik antara kepentingan kapital dan nilai-nilai komunitas lokal. Investasi yang diproyeksikan membawa manfaat ekonomi sering kali justru menghadirkan ancaman pada ekologi sosial-budaya masyarakat setempat.
Problematika
Ada tiga titik krusial yang dapat dicatat:
1. Legitimasi Sosial yang Dipertanyakan
PT KEI dinilai gagal memperoleh legitimasi penuh dari masyarakat. Keberadaan perusahaan lebih dipersepsikan sebagai agenda eksternal yang dipaksakan daripada kebutuhan bersama.
2. Eskalasi Emosi Kolektif
Pesan peringatan keras yang beredar, yang menyebut pihak pendukung PT KEI sebagai “pengkhianat tanah kelahiran”, menunjukkan adanya social backlash. Rasa terancam melahirkan emosi kolektif yang berpotensi menjadi konflik terbuka.
3. Ketiadaan Dialog Partisipatif
Fernanda Junior menyoroti minimnya ruang dialog sejati antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat. Akibatnya, kebijakan energi tampak teknokratis, jauh dari sensitivitas sosial yang seharusnya dijunjung.
Konsekuensi
Jika dinamika ini terus diabaikan, terdapat tiga konsekuensi besar:
Konflik Horizontal: Pihak pro dan kontra bisa saling berhadap-hadapan, memperdalam jurang sosial di Kangean.
Delegitimasi Pemerintah: Otoritas lokal maupun nasional bisa dipandang gagal sebagai mediator kepentingan publik.
Erosi Kepercayaan Publik: Bukan hanya pada PT KEI, tetapi juga pada agenda pembangunan nasional di sektor energi.
Solusi dan Rekomendasi
Fernando Junior menegaskan, pembangunan tanpa keadilan sosial akan selalu melahirkan perlawanan. Dari perspektif akademis, setidaknya ada beberapa rekomendasi yang bisa ditawarkan:
1. Membangun Dialog Partisipatif
Melibatkan tokoh adat, pemuda, dan masyarakat akar rumput dalam forum musyawarah yang sejati, bukan sekadar formalitas.
2. Audit Sosial-Ekologis
Melakukan kajian ulang atas dampak sosial dan ekologis PT KEI agar masyarakat memperoleh jaminan keamanan ekologis dan sosial.
3. Restorasi Legitimasi
Pemerintah dan PT KEI perlu merebut kembali kepercayaan publik melalui transparansi, akuntabilitas, serta komitmen nyata pada kesejahteraan lokal.
Kasus PT KEI di Kangean adalah cermin dari betapa rapuhnya hubungan antara modal, negara, dan masyarakat bila tidak diikat dengan rasa keadilan. Resistensi publik yang dipimpin suara-suara kritis seperti Fernanda Junior menjadi pengingat penting bahwa pembangunan sejati harus berpijak pada keberpihakan terhadap tanah kelahiran, bukan sekadar hitungan keuntungan ekonomi.
(Fernanda/tim/Liamsan)