Sumenep. Portaljatim.net – Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) Kabupaten Sumenep menyampaikan pernyataan sikap resmi terkait tayangan salah satu program di stasiun televisi Trans7 yang dinilai mendiskreditkan santri, kiai, dan lembaga pesantren. Tayangan tersebut dianggap tidak etis, tidak berimbang, serta berpotensi menimbulkan stigma negatif terhadap institusi pendidikan Islam tradisional.
Menurut IKA PMII Sumenep, program itu bukan hanya melukai perasaan umat Islam, khususnya kalangan pesantren, tetapi juga menabrak prinsip dasar penyiaran dan etika jurnalistik. Hal ini, kata mereka, jelas bertentangan dengan:
UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, yang mewajibkan siaran akurat, berimbang, serta menghormati nilai agama dan kesusilaan.
Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers, yang melarang penyiaran fitnah, kebohongan, maupun penghinaan terhadap kelompok sosial atau keagamaan.
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) KPI, yang menegaskan larangan konten mendiskreditkan kelompok tertentu.
Nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, yang menjunjung tinggi toleransi, keadilan sosial, serta penghormatan terhadap tokoh agama dan lembaga pendidikan.
Dalam sikap resminya, IKA PMII Sumenep menegaskan enam poin utama:
1. Mengutuk keras tayangan Trans7 yang dinilai melecehkan martabat santri, kiai, dan pesantren.
2. Menuntut manajemen Trans7 menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada publik, khususnya komunitas pesantren.
3. Mendesak Dewan Pers dan KPI menjatuhkan sanksi etik dan administratif terhadap Trans7.
4. Mendorong aparat penegak hukum menindaklanjuti kasus ini sesuai KUHP dan UU ITE.
5. Menuntut pencabutan izin siar Trans7 apabila tidak ada permintaan maaf resmi dalam tujuh hari.
6. Menginstruksikan seluruh jaringan alumni PMII dan kalangan santri untuk tetap menjaga ketertiban sambil menguatkan perlawanan moral dan hukum.
IKA PMII Sumenep menegaskan pesantren adalah benteng moral bangsa yang telah berkontribusi besar bagi kemerdekaan dan pembangunan Indonesia. Karena itu, setiap pelecehan terhadap pesantren dianggap sebagai pelecehan terhadap nilai keindonesiaan itu sendiri.
“Kami bukan hanya membela pesantren, tetapi membela akal sehat dan nurani bangsa,” tegas pernyataan tersebut.
(Liamsan)